contact pa cilegon
contact pa cilegon

header website

Dilihat: 35771

Mustopa2 Oleh :
ABDUL MUSTOPA, S.H.I., M.H.

MEDIASI DALAM PERSPEKTIF Q.S AL HUJARAT

AYAT 9 DAN 10 SERTA KORELASINYA

 

Oleh : Abdul Mustopa, S.H.I., M.H
Wakil Ketua Pengadilan Agama Cilegon


Abstraksi

Islam adalah agama perdamaian, pesan-pesan persudaraan atas nama cinta dan kemanusiaan begitu jelas dan banyak dalam kita suci Al-Qur’an. Islam sangat menekankan agar ummatnya mempererat tali persaudaraan sekaligus menebar kebaikan kepada sesamanya, tidak dipungkiri masih ada ummat manusia yang suka hidup bercerai berai daripada rukun dan damai dalam Qur’an al Hujarat ayat 9 dan 10 telah diperintahkan kita untuk berdamai jika ada sengketa, dalam tulisan ini akan dibahas tentang penafsiran perdamaian dalam ayat tersebut.


A. PENDAHULUAN

Mediasi merupakan salah satu tahapan dalam proses persidangan. Mediasi wajib ditempuh oleh para pihak, yang bersengketa dalam perkara perdata di semua lingkungan peradilan. Mediasi merupakan suatu hukum, sebagaimana Negara Indonesia adalah negara hukum.[1] Pasal 1 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 merupakan suatu konstitusi yang mengatur bentuk negara Indonesia sebagai negara hukum.

Pengadilan Agama merupakan salah satu dari empat lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung RI. Peradilan Agama di Indonesia identik dengan lambang kedudukan hukum Islam serta kekuatan umat Islam di Indonesia. Sebagai perwujudan dari lembaga peradilan, Pengadilan Agama telah lama ada jauh sebelum Belanda datang ke bumi Nusantara ini.[2] Sejak dikeluarkannya Staatblad 1882 Nomor 152 oleh Pemerintah Kolonial Belanda, yang kemudian ditambah dan diubah dengan Staatblad 1937 Nomor 116 dan 160 dan Staatblad 1937 Nomor 638 dan 639[3], Peradilan Agama diakui sebagai peradilan negara jauh sejak era kolonial berlangsung dan telah diakui sebagai bagian dari lembaga negara dibidang yudisial.

Tugas yudisial lain Peradilan Agama adalah memberikan keterangan, pertimbangan atau nasihat tentang hukum Islam kepada instansi-instansi pemerintah di daerah hukumnya dan tugas-tugas lain berdasarkan undang-undang.[4] Tujuan didirikannya lembaga peradilan adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan bagi seluruh masyarakat yang berdasarkan atas undang-undang dalam kehidupan bernegara. Oleh sebab itu, lembaga peradilan tidak dapat dipisahkan dari negara.[5] Peradilan Agama merupakan salah satu elemen lembaga negara terpenting, sebab berkaitan langsung dengan sengketa atau permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam yang merupakan penganut mayoritas agama di Indonesia.

Hukum bersifat dinamis, tidak boleh statis dan tentunya harus dapat mengayomi masyarakat. Hukum harus dapat dijadikan penjaga ketertiban, ketentraman dan pedoman tingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat. Hukum harus dapat dijadikan pembaharu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus dibentuk dengan orientasi kepada masa depan (a word for looking). Tidak boleh hukum itu dibangun dengan berorientasi pada masa lampau (back word looking). Oleh sebab itu, hukum harus dijadikan pendorong dan pelopor untuk mengubah kehidupan masyarakat kepada yang lebih baik dan bermanfaat untuk semua pihak.[6] Dengan demikian, negara sangat berfungsi untuk melindungi hukum itu sendiri.

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan:

“Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”.[7]

Lahirnya Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang diundangkan pada tanggal 29 Desember 1989 memberikan kejelasan akan fungsi dan kompetensi Peradilan Agama sebagai salah satu badan peradilan pelaksana kekuasaan kehakiman. Tujuan dilahirkannya undang-undang ini adalah untuk mengidentifikasi serta menpositifkan bidang hukum perdata yang menjadi kompetensi yurisdiksi di lingkungan Peradilan Agama, terutama apabila berhadapan dengan kompetensi Peradilan Umum.[8] Pengadilan merupakan salah satu simbol kekuasaan dan Pengadilan Agama Islam adalah simbol dari kekuasaan Islam tersebut.[9] Selain bidang perdata yang merupakan kewenangan Peradilan Agama, juga ada Mahkamah Syar’iyah di Provinsi Daerah Istimewa Nanggroe Aceh Darussalam yang berwenang selain perkara perdata, juga perkara-perkara khusus lainnya seperti jināyat, qis}as}, dan lain sebagainya.

Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur tentang penyelesaian perkara melalui lembaga perdamaian (dading).[10] Pasal tersebut bermaksud bahwa dalam sistem peradilan di Indonesia Lembaga Perdamaian sebagai jalur yang digunakan masyarakat agar perkara atau sengketa bisa diselesaikan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan. Pasal 130 HIR[11]/Pasal 154 Rbg[12] mengatur mengenai perdamaian.

Pasal 1851 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH-Perdata) mengetengahkan bahwa perdamaian merupakan suatu perjanjian antara kedua belah pihak yang disertai dengan penyerahan, perjanjian atau menahan suatu barang yang mana untuk mengakhiri suatu permasalahan yang sedang diperkarakan atau untuk mencegah adanya suatu perkara. Perjanjian tersebut jika dibuat tidak secara tertulis, maka dianggap tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.[13] Ketentuan tersebut di atas merupakan payung hukum lain selain undang-undang.

Perdamaian merupakan sistem penyelesaian perkara (probem solving) yang sama-sama menguntungkan di antara para pihak. Tidak ada yang merasa dikalahkan atau dipecundangi karena dalam perdamaian lebih mengutamakan asas persaudaraan yang mana egoisme atau pemaksaan kehendak akan lebih lunak sehingga kedua belah pihak merasa diuntungkan. Perasaan untuk saling mengalahkan, memenangkan serta menguasai barang sengketa tiada muncul atau kembali ke produk perdamaian yang berlandaskan asas persaudaraan.

Mediasi tidak hanya bertujuan sekadar untuk mengakhiri perselisihan, akan tetapi juga untuk membangun keikhlasan dan kerelaan para pihak tanpa ada yang merasa dikalahkan, sehingga muara akhir mediasi yang dituangkan dalam bentuk akta perdamaian merupakan pilihan paling baik dari para pihak yang didasari dengan keikhlasan. Oleh sebab itu, kepandaian serta kepiawaian mediator sangat penting untuk menyelesaikan perselisihan di antara kedua belah pihak.

Dalam hukum Islam mediasi atau perdamaian juga telah di bahas dan juga terdapat berbagai penafsiran terkait ayat-ayat tentang perdamaian tersebut, untuk itu perlu dikaji dan di telaah tafsiran ayat tentang perdamaian khususnya dalam Q.S. Al-Hujarat ayat 9 dan 10.


[1]Dhomiri, Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Syariah (PMHS) Dalam Hukum Islam (Jakarta: Puslitbang Diklat Kumdil, 2017), h. xi.

[2]Daud Ali, Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Indonesia dalam Taufiq Abdullah (Ed.), Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara (Jakarta: Penerbit LP3ES, 1988), h. 210-211.

[3]Abdul Mannan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2012), h. xi-xii.

[4]Ahmad Kamil, Filsafat Kebebasan Hakim (Jakarta: Kencana, 2012), h. 246.

[5]Rifyal Ka’bah, Penegakan Syari’at Islam di Indonesia (Jakarta: Khoirul Bayan, 2004), h. 112.

[6]Abdul Mannan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum (Jakarta: Kencana, 2013), h. 6-7.

[7]Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, pasal 1.

[8]Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. V.

[9]Daniel S. Lev, Peradilan Agama Islam di Indonesia, terjemahan Zaini Ahmad Noeh (Jakarta: Intermasa 1986), h. 18.

[10]Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009, pasal 10 ayat (2).

[11]Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR), Staatblad Nomor 1926-496

[12]Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura (R.Bg), Staatblad Nomor 1927-227.

[13]Soesilo dan Pramudji, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (ttp: Wipress, 2007), h. 413.


B. PEMBAHASAN

a.Tafsir Ayat Q.S Al Hujarat ayat 9

Allah swt berfirman :

وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱقۡتَتَلُواْ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَهُمَاۖ فَإِنۢ بَغَتۡ إِحۡدَىٰهُمَا عَلَى ٱلۡأُخۡرَىٰ فَقَٰتِلُواْ ٱلَّتِي تَبۡغِي حَتَّىٰ تَفِيٓءَ إِلَىٰٓ أَمۡرِ ٱللَّهِۚ فَإِن فَآءَتۡ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَهُمَا بِٱلۡعَدۡلِ وَأَقۡسِطُوٓاْۖ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ ٩

Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (Q.S. Al-Hujurat : 9)

Berikut kami kutip beberpa tafsir yang berkaitan dengan ayat tersebut :

-          Tafsir At- Thabari

يقول تعالى ذكره: وإن طائفتان من أهل الإيمان اقتتلوا، فأصلحوا أيها المؤمنون بينهما بالدعاء إلى حكم كتاب الله، والرضا بما فيه لهما وعليهما، وذلك هو الإصلاح بينهما بالعدل( فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى ) يقول: فإن أبَت إحدى هاتين الطائفتين الإجابة إلى حكم كتاب الله له، وعليه وتعدّت ما جعل الله عدلا بين خلقه، وأجابت الأخرى منهما( فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي ) يقول: فقاتلوا التي تعتدي، وتأبى الإجابة إلى حكم الله( حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ ) يقول: حتى ترجع إلى حكم الله الذي حكم في كتابه بين خلقه( فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ ) يقول: فإن رجعت الباغية بعد قتالكم إياهم إلى الرضا بحكم الله في كتابه، فأصلحوا بينها وبين الطائفة الأخرى التي قاتلتها بالعدل: يعني بالإنصاف بينهما، وذلك حكم الله في كتابه الذي جعله عدلا بين خلقه.

Yang Mahakuasa berkata: Dan bahwa dua sekte orang beriman telah bertempur, begitu benar, hai orang-orang beriman, di antara mereka dengan permohonan kepada aturan Kitab Allah, dan kepuasan dengan apa yang ada di dalamnya untuk mereka dan pada mereka, dan itu adalah rekonsiliasi antara mereka dengan keadilan (jika salah satu dari mereka menginginkan yang lain) dia berkata: Jika salah satu dari dua sekte ini menolak untuk menjawab aturan dari dua sekte. Tuhan adalah milik-Nya, dan kepada-Nya Anda melanggar apa yang Tuhan jadikan keadilan di antara ciptaan-Nya , dan yang lainnya menjawab (Jadi lawan yang kamu inginkan) Dia berkata: Jadi lawan mereka yang melanggar, dan tolak jawaban untuk penghakiman Tuhan (sampai itu memenuhi perintah Tuhan) Dia berkata: Sampai kamu kembali ke aturan Tuhan yang memerintah dalam kitab-Nya ciptaan-Nya (jika mati, maka rujuklah antara mereka dengan keadilan) Dia berkata: Jika pelanggar kembali setelah Anda melawan mereka dengan aturan Tuhan dalam bukunya, maka rujuk antara mereka dan sekte lain yang melawan mereka dengan keadilan: makna dengan keadilan di antara mereka[1].

-          Tafsir Al-Tsa’labi

وروى سفيان عن السدّي ، قال : كانت امرأة من الأنصار يقال لها : أُمّ زيد تحت رجل ، وكان بينها ، وبين زوجها شيء ، فرمى بها إلى عُلية ، وحبسها فيها ، فبلغ ذلك قومها فجاءوا ، وجاء قومه ، فاقتتلوا بالأيدي ، والنعال ، فأنزل الله سبحانه تعالى : { وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ المؤمنين اقتتلوا } الآية .

{ فَأَصْلِحُواْ بَيْنَهُمَا } بالدعاء إلى حكم كتاب الله سبحانه ، والرضا بما فيه لهما ، وعليهما

Sufyan meriwayatkan atas otoritas Al-Saddi, dia berkata: Dia adalah seorang wanita dari Ansar yang diberitahu: Umm Zaid berada di bawah seorang pria, dan ada sesuatu antara dia dan suaminya, jadi dia melemparkannya ke loteng dan mengunci dia di dalamnya. Yang Mahakuasa: Apabila dua golongan diantara orang-orang mukmin berselisish (damaikanlah mereka) dengan memohon untuk aturan Kitab Allah, kemuliaan bagi-Nya, dan menerima apa yang ada di dalamnya untuk mereka, dan atas mereka[2].

-          Tafsir Al-Qusyairi

وتدل الآية على وجوب نصرة المظلوم؛ حيث قال : { فَإِِن بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأُخْرَى } .

الإشارة فيه : أن النفس إذا ظَلَمتْ القلب بدعائه إلى شهواتها ، واشتغالها في فسادها فيجب أن يقاتلها حتى تثخن بالجراحة بسيوف المجاهدة ، فإن استجابت إلى الطاعة يُعْفَى عنها لأنها هي المطيَّةُ إلى باب الله.

Ayat tersebut menunjukkan pentingnya membantu yang tertindas Saat dia berkata: {Lalu salah satu dari mereka menimpa yang lain}.

Indikasinya adalah jika jiwa menggelapkan hati dengan berdoa sesuai keinginannya, dan terlibat dalam perusakannya, maka ia harus melawannya sampai menebal dengan pembedahan dengan pedang perjuangan.[3].

-          Tafsir Ibnu Katsir

قول تعالى آمرًا بالإصلاح بين المسلمين (1) الباغين بعضهم على بعض ، فسماهم مؤمنين مع الاقتتال. وبهذا استدل البخاري وغيره على أنه لا يخرج من الإيمان بالمعصية وإن عظمت، لا كما يقوله الخوارج ومن تابعهم من المعتزلة ونحوهم. وهكذا ثبت في صحيح البخاري من حديث الحسن، عن أبي بكرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم خطب يوما ومعه على المنبر الحسن بن علي، فجعل ينظر إليه مرة وإلى الناس أخرى ويقول: "إن ابني هذا سيد ولعل الله أن يصلح به بين فئتين عظيمتين من المسلمين" (2) . فكان كما قال، صلوات الله وسلامه عليه، أصلح الله به بين أهل الشام وأهل العراق، بعد الحروب الطويلة والواقعات المهولة.

وقوله: { فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ } أي: حتى ترجع إلى أمر الله (3) وتسمع للحق وتطيعه، كما ثبت في الصحيح عن أنس: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "انصر أخاك ظالما أو مظلوما". قلت: يا رسول الله، هذا نصرته مظلوما فكيف أنصره ظالما؟ قال: "تمنعه من الظلم، فذاك نصرك إياه" (4).

Kata-kata Yang Maha Kuasa yang memerintahkan reformasi di kalangan umat Islam (1) yang saling bertentangan, sehingga ia menyebut mereka orang-orang yang beriman dalam perjuangan. Jadi Al-Bukhari dan yang lainnya menyimpulkan bahwa dia tidak menyimpang dari iman akan dosa meskipun itu besar, tidak seperti yang dikatakan oleh Kharijites dan orang-orang yang mengikuti mereka dari Mu'tazilah dan sejenisnya. Dengan demikian terbukti dalam Sahih al-Bukhari dari hadits al-Hassan, atas otoritas Abu Bakra bahwa Rasulullah, semoga doa dan damai Allah besertanya, dikhotbahkan suatu hari, dan bersamanya di mimbar al- Hasan bin Ali, jadi dia memandangnya sekali dan pada orang lain dan berkata: "Anakku adalah seorang guru dan semoga Tuhan berdamai dengannya antara dua kelompok besar Dari Muslim" (2). Seperti yang dia katakan, semoga doa dan damai Tuhan besertanya, Tuhan berdamai dengannya antara orang-orang ٍغشة dan orang-orang Irak, setelah perang panjang dan peristiwa-peristiwa mengerikan.

Dan perkataannya: (Jadi jika salah satu dari mereka menginginkan yang lain, maka perangi orang yang mencari, sampai itu memenuhi perintah Tuhan. Tidak adil atau tertindas. " Saya berkata: Wahai Rasulullah, ini adalah kemenangannya yang tertindas, jadi bagaimana saya bisa mendukungnya dengan tidak adil? Dia berkata: "Kamu mencegah dia dari kesalahan dia, karena itu adalah kemenanganmu untuknya." (4)[4].

-          Tafsir Al-Qurthubi

قال العلماء : لا تخلو الفئتان من المسلمين في اقتتالهما إما أن يقتتلا على سبيل البغي منهما جميعا أو لا فإن كان الأول فالواجب في ذلك أن يمشي بينهما بما يصلح ذات البين ويثمر المكافة والموادعة فإن لم يتحاجزا ولم يصلحا وأقامتا على البغي صير إلى مقاتلهما وأما إن كان الثاني وهو أن تكون إحداهما باغية على الأخرى فالواجب أن تقاتل فئة البغي إلى أن تكف وتتوب فإن فعلت أصلح بينها وبين المبغي عليها بالقسط والعدل فإن التحم القتال بينهما لشبهة دخلت عليهما وكلتاهما عند أنفسهما محقة فالواجب إزالة الشبهة بالحجة النيرة والبراهين القاطعة على مراشد الحق فإن ركبنا متن اللجاج ولم تعملا على شاكلة ما هديتا إليه ونصحتا به من اتباع الحق بعد وضوحه لهما فقد لحقتا بالفئتين الباغيتين والله أعلم

Para ulama bersabda: Kedua kelompok muslim itu tidak bebas dalam berperang, baik berjuang atas nama salah satu dari mereka semua, atau tidak. Yang kedua adalah salah satu dari mereka menjadi agresor atas yang lain, jadi wajib hukumnya. bagi kalian untuk melawan kelompok pelacur sampai berhenti dan bertaubat. Al-Lajaj tidak bertindak sesuai dengan apa yang dibimbing dan dinasehati untuk tidak mengikuti kebenaran setelah jelas bagi mereka, karena mereka bergabung dengan dua kelompok yang menginginkan , dan Tuhan tahu yang terbaik[5].

b. Tafsir Ayat Q.S Al Hujarat ayat 10

Allah swt berfirman

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٞ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ ١٠

Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Q.S. Al-Hujurat : 10)

Islam adalah agama yang mengajarkan teologi anti-kekerasan dan menyerukan kedamaian, yakni rahmatan li al-'alamin, atau kasih sayang bagi semesta alam. Al-Quran telah menjelaskan panduan praktis untuk mengelola perdamaian. Pertama, perintah untuk saling menjaga dan mempererat tali persaudaraan sebagaimana dalam QS al-Hujurat/49 ayat 10

-          Tafsir Al-Muyasar

نما المؤمنون إخوة في الدين، فأصلحوا بين أخويكم إذا اقتتلا وخافوا الله في جميع أموركم؛ رجاء أن تُرحموا.

Orang mu’min adalah saudara seagama, jadi damaikanlah kedua saudara Anda jika mereka berperang dan takutlah pada Tuhan dalam semua urusan Anda. Mohon ampun[6].

-          Tafsir al-Alausi

الظاهر أن هذا عطف على { فَأَصْلِحُواْ } وقال الطيبي : هو تذييل للكلام كأنه قيل : هذا الإصلاح من جملة التقوى فإذا فعلتم التقوى دخل فيه هذا التواصل ، ويجوز أن يكون عطفاً على { فَأَصْلِحُواْ } أي واصلوا بين أخويكم بالصلح واحذروا الله تعالى من أن تتهاونوا فيه { لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ } أي لأجل أن ترحموا على تقواكم أو راجين أن ترحموا عليها .

Sepertinya ini simpati untuk (damaikanlah) dan Al-Tibi berkata: Itu adalah anotasi kata-kata seolah-olah dikatakan: berdamai ini adalah bagian dari kesalehan. Jika Anda melakukan ketakwaan, komunikasi ini masuk ke dalamnya. (Mungkin Anda akan memiliki belas kasihan) yaitu, untuk memiliki belas kasihan pada kesalehan Anda, atau berharap untuk memiliki belas kasihan padanya[7].

-          Tafsir Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah saudara) dalam seagama. (karena itu damaikanlah antara kedua saudara kalian) apabila mereka berdua bersengketa. Menurut qiraat yang lain dibaca Ikhwatikum, artinya saudara-saudara kalian[8].

-          Tafsir Al-Misbah

Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya adalah bersaudara. Sebab iman yang ada telah menyatukan hati mereka. Maka damaikanlah antara kedua saudara kalian demi menjaga hubungan persaudaraan seiman. Jagalah diri kalian dari azab Allah dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dengan harapan Dia akan memberi kalian rahmat berkat ketakwaan kalian[9]

c. Korelasi Penafsiran Ayat Q.S. Al-Hujarat ayat 9 dan 10 dengan Mediasi

Islam adalah agama yang mengajarkan teologi anti-kekerasan dan menyerukan kedamaian, yakni rahmatan li al-'alamin, atau kasih sayang bagi semesta alam. Alquran telah menjelaskan panduan praktis untuk mengelola perdamaian.

Pertama, perintah untuk saling menjaga dan mempererat tali persaudaraan sebagaimana dalam QS al-Hujurat/49: 9 dan 10

وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱقۡتَتَلُواْ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَهُمَاۖ فَإِنۢ بَغَتۡ إِحۡدَىٰهُمَا عَلَى ٱلۡأُخۡرَىٰ فَقَٰتِلُواْ ٱلَّتِي تَبۡغِي حَتَّىٰ تَفِيٓءَ إِلَىٰٓ أَمۡرِ ٱللَّهِۚ فَإِن فَآءَتۡ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَهُمَا بِٱلۡعَدۡلِ وَأَقۡسِطُوٓاْۖ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ

Terjemahnya:

Dan apabila ada dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.[10]

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Terjemahnya:

Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.[11]

Kedua ayat di atas dengan jelas menerangkan bahwa kalau dua golongan kaum mukmin bersengketa hingga menimbulkan perang, maka kewajiban bagi orang Islam untuk mendamaikan dengan segera kedua golongan yang berperang itu. Dengan demikian, maka perdamaian merupakan tujuan dalam Islam dan makna Islam adalah damai.[12] Hasbi ash-Shiddieqy menafsirkan bahwa dalam ayat ini, Allah swt. menjelaskan bagaimana para mukmin mendamaikan dua golongan yang bersengketa dan menyuruh para mukmin memerangi golongan yang kembali membuat aniaya (zalim) sesudah diadakan perdamaian, sehingga dengan demikian mereka bisa kembali kepada perdamaian yang mereka langgar.[13] Perdamaian, sebagaimana wajib dilakukan antara dua golongan yang bermusuhan, begitu pula antara dua orang bersaudara yang bersengketa. Pada akhirnya Allah swt. menyuruh kita bertaqwa kepada-Nya dan mengakui hukum-Nya.

Perintah mendamaikan antara yang bertikai bukan semata mendamaikan kedua kelompok mukmin saja. Kata ikhwah dalam Alquran yang hanya terulang tujuh kali ternyata berbeda maknanya dengan kata ikhwah dalam QS al-Hujurat ini. Hal ini agaknya untuk mengisyaratkan bahwa persaudaraan yang terjalin antara sesama muslim adalah persaudaraan yang dasarnya berganda. Sekali atas dasar persamaan iman dan kali kedua adalah persaudaraan nasab walaupun yang kedua ini bukan dalam pengertian yang hakiki. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk memutuskan hubungan persaudaraan itu.

Adapun penggunaan bentuk dual pada kata akhawaikum di sini memberi arti bahwa jangankan antara banyak orang, dua pun jika mereka berselisih harus di (islah)-kan sehingga harmonislah hubungan mereka. Oleh karena semua dipandang bersaudara, maka damaikanlah di antara saudara-saudaramu yang se-agama itu, sebagaimana kamu mendamaikan saudaramu yang seketurunan.

Quraish Shihab menutup tafsirannya terhadap ayat ini dengan penekanan bahwa Islam jelas-jelas menuntut terbentuknya persatuan dan kesatuan bukan sebaliknya.[14] Mengenai jika ada yang mengkhianati, maka perangilah, namun dengan tujuan agar mereka kembali bukan membasmi apalagi melakukan pelanggaran-pelanggaran berat yang sering terjadi dalam peperangan seperti genosida dan sebagainya. Islam memiliki ketentuan-ketentuan hukum dalam hal ini. Sedangkan dalam ayat ke-10 adalah Implikasi dari persaudaraan ini ialah hendaknya rasa cinta, perdamaian, kerja sama dan persatuan menjadi landasan utama masyarakat muslim. Hendaklah perselisihan atau perang merupakan anomali yang mesti dikembaikan kepada landasan tersebut begitu suatu kasus terjadi. Dibolehkan memerangi kaum mukmin lain yang bertindak zalim kepada saudaranya agar mereka kembali kepaa barisan muslim. Juga agar mereka melenyapkan anomali itu berdasarkan prinsip dan kaidah Islam, Itulah penanganan yang tegas dan tepat.

Benang merah yang bisa ditarik dari perintah ini adalah untuk mewujudkan perdamaian, semua orang harus merasa bersaudara. Jika sudah merasa bersaudara, baik persaudaraan seagama, sebangsa, senegara, dan persaudaraan sesama manusia, maka tatanan hidup damai pasti akan terwujud.

Kedua, perintah mengenai larangan untuk mencela, mengolok-olok dan merendahkan orang lain, sebagaimana dalam QS al-Hujurat/49: 11

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الإيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Terjemahnya:

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain. (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.[15]

Dalam Tafsir al-Maragi diriwayatkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan ejekan yang dilakukan kelompok dari Bani Tamim terhadap para sahabat Rasul yang miskin seperti Bilal, S}uhaib, Salman al-Fa>risi>, Salim Maula Abi Huzaifah, dan lain-lain. Riwayat lainnya menyebutkan bahwa ayat ini berkenaan dengan ejekan sebagian perempuan kepada S}afiyah binti Huyay bin Akhtab (salah seorang istri Nabi) yang keturunan Yahudi. Nabi kemudian berkata kepada S}afiyah: “mengapa tidak kamu katakan kepada mereka bahwa bapakku Nabi Harun, pamanku Nabi Musa dan suamiku Nabi Muhammad.”

Tafsir Ibn Asyur menceritakan kisah yang lain lagi. Disebutkan bahwa al-Wahidi meriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa ayat ini berkenaan dengan Sabit ibn Qais, seorang sahabat Nabi yang terganggu pendengarannya, dan karena itu beliau melangkahi sekian banyak orang di majelis Nabi untuk bisa berdekatan dan mendengar tausiyah Nabi. S|abit ditegur oleh seseorang, tapi S|abit balas bertanya: "siapakah ini?" Ketika orang itu menjawab, "saya fulan", maka S|abit menyatakan bahwa orang itu anak fulanah yang terkenal memiliki aib pada masa jahiliyah. Maka malulah orang tersebut, dan turunlah ayat ini menegur Sabit.

Jelaslah sudah dari beberapa riwayat asbabun nuzul di atas kita tidak boleh menghina atau melecehkan (mengolok-olok) orang lain karena kemiskinannya atau karena keturunan agama tertentu seperti Yahudi maupun karena keluarganya memiliki aib/cela. Pesan Alquran luar biasa dahsyat bahwa boleh jadi yang kalian olok-olok itu lebih baik dari kalian di sisi Allah swt..

Perbuatan mencela, mengolok-olok dan merendahkan orang lain bisa menimbulkan konflik di antara masyarakat. Tampak jelas dari kandungan ayat-ayat Alquran itu bahwa hendaknya tidak merendahkan sesama manusia. Karena setiap manusia di bumi ini memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda.[16] Perbedaan itu seharusnya disadari agar tidak menimbulkan kekerasan, konflik, permusuhan, dan sebagainya, yang dapat merusak kedamaian dan perdamaian. Dalam kehidupan dan pergaulan sering pula terjadi hina menghina, seakan-akan di dalam kalangan masyarakat sudah menjadi hobi dan pekerjaan rutin baginya untuk melontarkan hinaan kepada orang lain,[17] bahkan mengobralkanya ke sana kemari, padahal tidak ada kepentingan dan tidak ada keuntungan buat diri sendiri. Ini merupakan penyakit rohaniah.

Ketiga, semua orang diperintahkan untuk menjauhi dan tidak menebar prasangka, mencari-cari kesalahan, dan mengunjing orang lain dalam masyarakat. Perbuatan ini dilarang oleh Islam, karena bisa menyebabkan kecemburuan dan ketidakpuasan di antara masyarakat. Jika demikian, maka kedamaian dan perdamaian mustahil akan tewujud.

Masih banyak ayat-ayat Alquran yang menyerukan perdamaian. Bahkan hampir semua ayat Alquran senada dengan prinsi-prinsip di atas.[18] Ada pesan tersendiri dari aksentuasi Alquran terhadap teologi anti-kekerasan itu, yaitu sebuah cita-cita luhur dan mulia untuk menciptakan tatanan masyarakat yang damai, adil dan harmonis.

Istilah mediasi dalam Islam disebut dengan Sulhu yang berasal dari bahasa Arab yaitu al-sulhu yang berarti memutus perselisihan.[19] Menurut Sayyid Sabiq, sulhu adalah suatu bentuk akad untuk nengakhiri perselisihan antara dua orang yang berlawanan. [20] Masing-masing pihak pelaku akad dinamakan musalih, persoalan perselisihan dinamakan muslahah 'anhu dan hal yang diberlakukan dalam solusi perselisihan itu dinamakan muslahah 'alaihi.

Dasar hukum sulhu ini terdapat di dalam al-Qur'an, yaitu QS al-Hujurat/49: 9 dan 10, juga hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, yakni:

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ الْمُزَنِيُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اَلصُّلْحُ جَا ئِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِيْنَ اِلا صُلْحًا حَرَّمَ حَلالً اَوْ اَحَلَّ حَرَامًا.[21] رواه ابو داود

Artinya:

Telah menceritakan kepada kami (al-Hasan ibn Ali al-Khallal), telah menceritakan kepada kami (Abu Amir al 'Aqad), telah menceritakan kepada kami (Kasir ibn ‘Abdullah ibn Amru ibn 'Auf al Muzani) dari (ayahnya) dari (kakeknya) bahwa Rasulullah saw. Bersabda: “Perjanjian damai antara orang-orang muslim itu diperbolehkan, kecuali perjanjian menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.”

Anjuran perdamaian ini juga pernah disampaikan oleh khalifah Umar r.a. yang menyuruh untuk menolak permusuhan dengan perdamaian dikarenakan pemutusan perkara melalui pengadilan hanya akan menimbulkan kedengkian.[22] Kedengkian tersebut dimaksudkan karena putusan belum tentu menguntungkan kedua belah pihak. Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami bahwa sulhu merupakan suatu bentuk upaya damai yang dilakukan oleh orang-orang yang bersengketa yang dilakukan di luar pengadilan dengan persyaratan adanya orang yang bersengketa dan sesuatu yang disengketakan.

Macam-macam sulhu, sebagaimana yang dinyatakan oleh Sayyid Sabiq yang membaginya dalam 3 macam, yaitu: [23]

  1. Sulhu ikrar, yaitu seseorang mendakwa pihak lain atas adanya utang atau barang atau manfaat.
  2. Sulhu inkar, yaitu seseorang menggugat orang lain tentang suatu barang atau utang atau manfaat kemudian tergugat mengingkari apa yang digugatkan padanya, lalu mereka ber-sulhu.
  3. Sulhu sukut, yaitu seseorang menggugat orang lain tentang sesuatu lalu orang yang digugat berdiam diri, berarti ia tidak mengakui dan tidak mengingkari

[1] Tafsir At-Thabari, Aplikasi Maktabah Syamilah, 22/292

[2] Tafsir Ats-Tsa’labi, Aplikasi Maktabah Syamilah, 1/2111

[3] Tafsir Al-Muyasar, Aplikasi Maktabah Syamilah. 1/250

[4] Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir. Aplikasi Maktabah Syamilah. 7/374.

[5] Tafsir Al-Qurtubi, Aplikasi Maktabah Syamilah, 16/267

[6] Tafsir Al-Muyasar, Aplikasi Maktabah Syamilah. 9/231

[7] Tafsir Al-Alausi, Aplikasi Maktabah Syamilah, 19/275

[8] Jalaluddin al-Mahalli & Jalaluddin as-Suyuth. Tafsir Jalalain, https://risalahmuslim.id/quran/al-hujurat/49-10/#elementor-tab-title-2002

[9] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, https://risalahmuslim.id/quran/al-hujurat/49-10/#elementor-tab-title-2002

[10]Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 744.

[11]Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 744.

[12]Abdul Halim Hasan, Tafsir Ahkam, Cet. I, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 568.

[13]Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir an-Nur, jilid V, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), h. 3919.

[14]M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol. 13, Cet. 13 (Jakarta: Lentera Hati, 2007), h. 248.

[15]Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 124.

[16]al-Imam Abu al-Fida Isma’il Ibn Kasir Al-Dimasyqi, Tafsir Ibn Kasir, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012), h. 320.

[17]Imam Ghazali, Bahaya Lidah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 172.

[18]Ahmad Kamil, Islam dan Perdamaian, disampaikan pada Pendidikan dan Pelatihan Mediator, Bogor: 2010.

[19]Sayyid Sabiq, Al-Fiqh As-Sunnah, Jilid II (Kairo, Dar al-Fath, 1990), h. 327.

[20]Sayyid Sabiq, Al-Fiqh As-Sunnah, Jilid II, h. 327.

[21]Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Juz 1 (Beirut: Dar al-Kutub, 1996), h. 224.

[22]Sayyid Sabiq, Al-Fiqh As-Sunnah, Jilid II, h. 327.

[23]Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 4, h. 331-332.

C. KESIMPULAN

Perintah mendamaikan antara yang bertikai bukan semata mendamaikan kedua kelompok mukmin saja. Kata ikhwah dalam Alquran yang hanya terulang tujuh kali ternyata berbeda maknanya dengan kata ikhwah dalam QS al-Hujurat ini. Hal ini agaknya untuk mengisyaratkan bahwa persaudaraan yang terjalin antara sesama muslim adalah persaudaraan yang dasarnya berganda. Sekali atas dasar persamaan iman dan kali kedua adalah persaudaraan nasab walaupun yang kedua ini bukan dalam pengertian yang hakiki. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk memutuskan hubungan persaudaraan itu.

Adapun penggunaan bentuk dual pada kata akhawaikum di sini memberi arti bahwa jangankan antara banyak orang, dua pun, jika mereka berselisih harus di islah-kan sehingga harmonislah hubungan mereka. Oleh karena semua dipandang bersaudara, maka damaikanlah di antara saudara-saudaramu yang se-agama itu, sebagaimana kamu mendamaikan saudaramu yang seketurunan.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mannan, 2012. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia Jakarta: Kencana

Abdul Mannan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2012), h. xi-xii.

-------------, 2013 Aspek-Aspek Pengubah Hukum Jakarta: Kencana

Abdul Halim Hasan, 2006. Tafsir Ahkam, Cet. I, Jakarta: Kencana

Abu Dawud, 1996 Sunan Abu Dawud, Juz 1 Beirut: Dar al-Kutub

Ahmad Kamil, 2012. Filsafat Kebebasan Hakim Jakarta: Kencana

al-Imam Abu al-Fida Isma’il Ibn Kasir Al-Dimasyqi, 2012. Tafsir Ibn Kasir, Bandung: Sinar Baru Algensindo

Daud Ali, 1988 Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Indonesia dalam Taufiq Abdullah (Ed.), Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara Jakarta: Penerbit LP3ES

Daniel S. Lev, 1986. Peradilan Agama Islam di Indonesia, terjemahan Zaini Ahmad Noeh Jakarta: Intermasa 1986

Dhomiri, 2017. Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Syariah (PMHS) Dalam Hukum Islam Jakarta: Puslitbang Diklat Kumdil

Hasbi ash-Shiddieqy, 2000. Tafsir an-Nur, jilid V, Semarang: Pustaka Rizki Putra

Imam Ghazali, 1992.

Bahaya Lidah, Jakarta: Bumi Aksara

Kementerian Agama RI, 2012. Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia

M. Quraish Shihab, 2007.Tafsir al-Mishbah, Vol. 13, Cet. 13 Jakarta: Lentera Hati

Rifyal Ka’bah, 2004 Penegakan Syari’at Islam di Indonesia Jakarta: Khoirul Bayan

Sayyid Sabiq, 1990. Al-Fiqh As-Sunnah, Jilid II Kairo, Dar al-Fath

Yahya Harahap, 2005. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (Jakarta: Sinar Grafika

Aplikasi Kitab Tafsir :

Tafsir Ibnu Katsir, Aplikasi Maktabah Syamilah

Tafsir Al-Qurtubi, Aplikasi Maktabah Syamilah

Tafsir at-Thabari, Aplikasi Maktabah Syamilah

Tafsir al-Tsa’labi, Aplikasi Maktabah Syamilah

Tafsir Al-Manar, Aplikasi Maktabah Syamilah

Tafsir Al-Muyasar, Aplikasi Maktabah Syamilah

Tafsir Al-Qusyairi, Aplikasi Maktabah Syamilah

Tafsir Al-Sya’rawi, Aplikasi Maktabah Syamilah

Jalaluddin al-Mahalli & Jalaluddin as-Suyuth. Tafsir Jalalain, https://risalahmuslim.id/quran/al-hujurat/49-10/#elementor-tab-title-2002

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah. https://risalahmuslim.id/quran/al-hujurat/49-9/#elementor-tab-title-2001

Hubungi Kami

Pengadilan Agama Cilegon

Kompleks Perkantoran Sukmajaya Mandiri, Jalan Jenderal Ahmad Yani Kav.5, Sukmajaya, Kec. Jombang, Kota Cilegon, Banten 42411

Telepon : (0254) 382829

Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Email Tabayun : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Sosial Media

youtube   facebook   instagram   tiktok   twitter

  

 

@Copyright Pengadilan Agama Cilegon 2020